Nama : Alan Kurniawan
Kelas : 3EA26
Npm : 10215444
Mata Kuliah : Etika Bisnis #
Materi : Etika Dalam Beriklan
A.
Latar Belakang
Dalam perkembangan dunia bisnis dewasa ini,
iklan merupakan salah satu kekuatan terbesar yang dapat digunakan untuk menarik
minat konsumen sebanyak-banyaknya terhadap barang atau jasa yang ditawarkan
oleh suatu perusahaan. Penekanan utama iklan adalah akses informasi dan promosi
dari pihak produsen kepada konsumen. Secara teoritik,
iklan yaitu sebagai suatu bentuk penyampaian pesan dalam komunikasi
non personal yang mengikuti alur teori yang berlaku pada ilmu
komunikasi umumnya dan khususnya komunikasi massa. Dalam kegiatan periklanan
ada juga beberapa teori yang patut diingat dan dijadikan pegangan dalam
kegiatan periklanan tersebut.
Iklan pada hakikatnya
merupakan salah satu strategi pemasaran yang dimaksudkan untuk mendekatkan
barang yang hendak dijual kepada konsumen, dengan kata lain mendekatkan
konsumen dengan produsen. Sasaran akhir seluruh kegiatan bisnis adalah agar
barang yang telah dihasilkan bisa dijual kepada konsumen. Secara positif iklan
adalah suatu metode yang digunakan untuk memungkinkan barang dapat dijual
kepada konsumen.
Kegiatan periklanan ini juga
tak lepas dari badan hukum dan etika yang harus ditaati oleh para pelaku
periklanan khususnya di Indonesia. Sebagaimana diketahui Pemerintah sudah
mengatur tata cara beriklan di dalam undang-undang pers di Indonesia, jadi
etika dalam periklanan ini harus selalu dijaga segala batasan-batasan dalam kegiatan
periklanan hendaknya harus ditaati dan dipatuhi
oleh para pelaku periklanan khususnya di Indonesia
jangan sampai melanggar etika dan undang-undang tang telah ditetapkan oleh
pemerintah.
B.
Analaisis Masalah
Dalam hal ini yang dimaksud periklanan adalah
kegiatan atau alat dalam mempertahankan dan melanjutkan apa yang telah
diupayakan oleh produsen dalam mengenalkan produk yang telah dipresentasikan
kepada konsumen yaitu lewat berbagai media yang mendukung untuk menarik minat
konsumen, diantaranya adalah koran, radio, spanduk, leaflet, event dan lain
sebagainya. sehingga konsumen akan menjadi yakin dengan produk yang telah
ditawarkan oleh produsen.
Menurut Arens (dalam Lubis, 2007)) iklan
dikatakan sebagai komunikasi informasi yang terstruktur dan disusun bukan oleh
perseorangan, biasanya dibayar untuk dan secara alami umumnya membujuk tentang
produk (barang, jasa dan ide) yang diidentifikasi sponsor lewat berbagai media.
Sedangkan menurut Tom Duncan (dalam Lubis,2007) iklan adalah hal yang tidak
pribadi, pengumuman yang dibayar oleh suatu sponsor yang diketahui. Menurut
(Blech&Blech) periklana didefinisikan sebagai bentuk pembayaran dari
komunikasi nonpersonal tentan sebuah organisasi, produk, pelayanan atau ide melalui
sponsor yang teridentifikasi.
Adapun teori yang berkaitan dengan iklan,
ada beberapa teori yang patut dicatat sebagai pegangan dengan teori tersebut
kita dapat menjadikannya dasar pijakan melihat konsep-konsep iklan. Adapun dari
berbagai teori periklanan yang ada kali ini akan membahas sedikit tentang Teori
Efek Minimal yaitu bagaimana teori ini berasumsi.
Teori Efek Minimal
Anggapan yang beredar dimasyarakat umum
kebanyakan bahwa ada korelasi positif antara peningkatan biaya pemasangan iklan
dengan banyaknya produk yang terjual dalam satuan waktu tertentu. Kalau biaya
pemasangan iklan makin besar akan makin banyak pula penjualannya terhadap
produk yang diiklankan, demikian juga bila sebaliknya kalau biaya pemasangan
iklan semakin kecil maka semakin kecil juga volume penjualan atas barang-barang
atau jasa tersebut.
Michael Scudson mengemukakan teorinya yang
membantah anggapan ini. Menurutnya yang terjadi malah sebaliknya, ada korelasi
negatif antara biaya pemasangan iklan dengan volume penjualan produksi. Artinya
semakin besar biaya pemasangan iklan akan mempengaruhi makin kecilnya volume
penjualan dan sebaliknya semakin kecil biaya yang dikeluarkan untuk memasang
iklan mengakibatkan semakin besar volume penjualan. Teori ini kemudian dia
sebut dengan “Teori Efek Minimal”.
Contoh ; Penjualan narkoba yang merupakan produk
berbahaya bagi manusia tapi tetap laris padahal produk-produk itu tidak pernah
diiklankan melalui media massa kepada khlayak.
Jadi menurut teori efek minimal ini, iklan
memberikan efek yang sangat kecil atau efek minimal yang pada saat sesuatu
produk benar-benar sangat diperlukan oleh para pembeli dalam kurun waktu
tertentu. Demikian “Teori Efek Minimal” ini berasumsi tentang pengaruh iklan
terhadap kebutuhan konsumen.
Pentingnya Etika Dalam Iklan
Sebelumnya, istilah Etika berasal
dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata ‘etika’ yaitu ethos sedangkan
bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos mempunyai
banyak arti yaitu, tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan
atau adat, akhlak,watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan
arti ta etha yaitu adat kebiasaan.
Arti dari bentuk jamak inilah yang
melatar-belakangi terbentuknya istilah Etika yang oleh
Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, secara etimologis
(asal usul kata), etika mempunyai arti yaitu ilmu
tentang apa yang biasa dilakukanatau ilmu tentang adat
kebiasaan (K.Bertens, 2000). Dalam kegiatan periklanan juga etika
sangat penting untuk dipatuhi dan di jaga oleh setiap pelaku periklanan.
Berbicara tentang Iklan, Iklan dibagi menjadi
dua macam yaitu iklan yang persuasif dan iklan yang informatif. Iklan yang
persuasif biasanya ditemukan pada produk-produk yang bukan kebutuhan umum.
Iklan tersebut berusaha untuk menarik hati dan membujuk konsumen
untuk membeli produknya. Sedangkan iklan yang informatif adalah iklan yang
menyediakan informasi dan memperkenalkan suatu hal. Namun didalam dunia
periklanan tidak ada yang namanya murni iklan persuasif ataupun iklan yang
informatif. Iklan selalu mengandung unsur dari keduanya. Ketika
mengiklankan sesuatu, iklan tersebut pasti d buat seinformatif dan
semenarik mungkin untuk menarik hati konsumenya.
Berbahasa Indonesia yang baik dan benar
merupakan bagian dari identitas bangsa. Berbicara yang baik seharusnya
disosialisasikan di kalangan anak muda, publik figur, selebritis dan politikus
di negeri ini. Rusaknya kaidah berbahasa tampaknya didominasi oleh bahasa iklan
di media massa, baik media cetak maupun elektronik. Penggunaan bahasa dan
istilah asing dalam periklanan di Indonesia sudah sangat banyak ditemui. Akan
tetapi penggunaan bahasa asing menjadi tren dalam periklanan. Penggunaan bahasa
asing yang berlebihan menurut saya juga tidak baik karena di Indonesia tidak
banyak masyarakat yang mengerti bahasa asing.
Industri periklanan
merupakan suatu tuntutan kebutuhan komunikasi dan pemasaran dunia. Usaha
periklanan akan berperan dalam menentukan pembangunan sesuai cita-cita dan
falsafah bangsa. Oleh karena itu periklanan di Indonesia harus senantiasa aktif,
positif dan kreatif dan harus menjunjung tinggi kaidah dalam berbangsa. Hal itu
sebagai pemicu pembangunan di Indonesia sendiri. Periklanan harus
beretika dan sesuai nilai luhur bangsa ini. Periklanan di Indonesia seharusnya
tidak hanya memperoleh manfaat dari perkembangan ekonomi dunia. Tetapi, iklan harus mengimbangi pengaruh negatif
dalam iklan tersebut yang mungkin saja akan timbul. Antara iklan satu sama lain
harus saling menghormati agar tercipta periklanan yang sehat, jujur dan
bertanggung jawab.
Dibalik banyaknya iklan yang ditawarkan ternyata
menyimpan suatu persoalan yaitu etika dalam beriklan. Iklan di Indonesia banyak
kasus penipuan terhadap konsumen bahkan pembodohan. Semakin berkembangnya iklan
di Indonesia maka semakin banyak permasalahannya. Oleh karena itu, periklanan
di Indonesia khususnya harusnya menjaga etika dalam iklan karena sangat penting
menjaga kaidah dan etika dalam berbahasa karena itu akan mempengaruhi produk
itu sendiri.
Iklan Harusnya Yang
Mendidik
Dalam periklanan, etika dan persaingan yang
sehat sangat diperlukan untuk menarik konsumen. Karena dunia periklanan yang
sehat sangat berpengaruh terhadap kondisi ekonomi suatu negara. Sudah saatnya
iklan di Indonesia khususnya itu bermoral dan beretika. Berkurangnya etika
dalam beriklan membuat keprihatinan banyak orang kususnya dikalangan masyarakat
dan konsumen. Tidak adanya etika dalam beriklan akan sangat merugikan bagi
masyarakat, selain itu juga bagi ekonomi suatu negara dengan secara tidak sadar
iklan yang tidak beretika akan menghancurkan nama mereka sendiri bahkan
negaranya sendiri. Saat ini banyak kita jumpai iklan-iklan di media cetak dan
media elektronik menyindir dan menjelek-jelekkan produk lain. Memang iklan
tersebut menarik, namun sangat tidak pantas karena merendahkan produk
saingannya.
Di Indonesia iklan-iklan yang dibuat seharusnya
sesuai dengan kebudayaan kita dan bisa memberikan pendidikan bagi banyak orang.
Banyak sekali iklan yang tidak beretika dan tidak sepantasnya untuk di
iklankan. Makin tingginya tingkat persaingan menyebabkan produsen lupa atau
bahkan pura-pura lupa bahwa iklan itu harus beretika. Banyak sekali yang
melupakan etika dalam beriklan. Iklan sangat penting dalam menentukan posisi
sebuah produk. Sekarang ini banyak ditemukan iklan yang terlalu vulgar
dan liar dalam memberikan informasi kepada masyarakat.
Iklan yang ditawarkan kepada masyarakat umumnya
tidak mendidik. Dalam iklan terdapat sifat yang menunjukan sifat matrealisme,
konsumerisme dan hedonisme. Iklan yang disampaikan seharusnya mengutamakan
prinsip kebenaran. Sesuatu yang disampaikan seharusnya memang benar-benar
terjadi. Banyak produk yang memiliki kelemahan-kelemahan tertentu, namun dalam
pengiklanan terhadap masyarakat di manipulasi sehingga terlihat sempurna di
mata konsumen.
Berbagai permasalahan tersebut yang bersinggungan dengan etika
contohnya sebagai berikut:
· Iklan yang ditampilkan tidak mendidik
Beberapa iklan banyak yang tidak
memberikan nilai edukasi kepada masyarakat. Banyak sekali iklan-iklan yang
tidak logis. Banyak juga iklan yang menojolkan seksualitas dan kekerasan dalam
penayangannya. Sebenarnya iklan tersebut tidak layak untuk ditampilkan.
· Iklan yang ditampilkan menyerang produk lain
Banyak produk iklan yang berusaha
menjatuhkan produk lain, biasanya produk ini sejenis. Tentunya tindakan ini
sangat tidak etis dan tidak seharusnya dilakukan karena tindakan
tersebutakan merugikan pihak lain.
Makna Etika Dan Estetika Dalam Iklan
Fungsi iklan yang pada akhirnya
membentuk citra sebuah produk dan perusahaan di mata masyarakat. Citra ini
terbentuk oleh kesesuaian antara kenyataan sebuah produk yang diiklankan dengan
informasi yang disampaikan dalam iklan tersebut, Prinsip etika dalam
bisnis yang paling relevan dalam hal ini adalah nilai kejujuran dalam
menyampaikan iklan. Dengan demikian, iklan yang membuat pernyataan salah atau
tidak benar dengan maksud memperdaya konsumen adalah sebuah tipuan semata.
Ciri-ciri iklan yang baik :
· Etis, yaitu berkaitan dengan kepantasan dalam
menampilkan sebuah iklan kepda masyarakat.
· Estetis, yaitu berkaitan dengan kelayakan
seperti, target market, target audiennya, kapan harus ditayangkan?.
· Artistik, yaitu bernilai seni sehingga
mengundang daya tarik khalayak yang melihat iklan tersebut.
Contoh Penerapan Etika dalam Periklanan :
· Iklan rokok, yaitu dengan tidak menampakkan
secara eksplisit orang yang sedang merokok.
· Iklan pembalut wanita, yaitu dengan tidak
memperlihatkan secara realistis dengan memperlihatkan daerah kepribadian wanita
tersebut.
· Iklan sabun mandi, yaitu dengan tidak
dengan memperlihatkan orang mandi secara utuh.
Etika secara umum :
· Jujur, yaitu tidak memuat konten yang tidak
sesuai dengan kondisi produk yang diiklankan.
· Tidak memicu konflik dan sara SARA.
· Tidak mengandung pornografi di dalamnya
· Tidak bertentangan dengan norma-norma yang
berlaku.
· Tidak melanggar etika bisnis, contoh: saling
menjatuhkan produk tertentu dan sebagainya.
· Tidak plagiat atau meniru iklan produk lain.
Hukum dan Undang-undang Periklanan di Indonesia
1. UUPK
UUPK ialah undang-undang yang mengatur mengenai
periklanan di Indonesia. Tujuan dari suatu perlindungan konsumen adalah sebagai
berikut :
· Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan
kemandirian konsumen untuk melindungi diri.
· Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan
cara menghindarkannya dari ekses negative pemakaian barang dan/atau Jasa.
· Meningkatkan pemberdayaan konsumen daalm memilih
menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.
· menciptakan sistem perlindungan konsumen yang
mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk
mendapatkan informasi.
· Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai
pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan
bertanggung jawab dalam berusaha.
· Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang
menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan,
kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen.
2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang PERS
Pers berdasarkan Pasal 1 butir 1 Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 1999 tentang PERS (untuk selanjutnya disebut UU Pers) merupakan
lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan
jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan
menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan
gambar serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan
media cetak, media elektronik dan segala jenis saluran yang tersedia.
Dalam hal ini peran pers untuk memenuhi
pengetahuan kebutuhan konsumen salah satunya adalah melalui iklan. Namun iklan
tersebut harus diberikan kepada konsumen secara tepat, akurat dan benar.
Perusahaan iklan oleh UU Pers dilarang untuk :
· Memuat iklan yang dapat merendahkan martabat
suatu agama dan/atau kerukunan hidup antar umat beragama serta bertentangan
dengan rasa kesusilaan masyarakat.
· Memuat iklan minuman keras, narkotika,
psikotropika dan zat aditif lainnya tidak sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
· Memuat iklan dengan peragaan rokok dan/atau
penggunaan rokok.
3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1997 tentang Penyiaran
Periklanan dapat dilakukan salah satunya melalui
penyiaran, yang terorganisir dalam suatu lembaga penyiaran. Penyiaran menurut
Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1997 tentang Penyiaran (untuk
selanjutnya disebut UU Penyiaran) adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui
sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa
dengan menggunakan gelombang elektromagnetik, kabel, serat optik dan/atau media
lainnya untuk daat diterima oleh masyarakat dengan pesawat penerima siaran
radio dan/atau pesawat penerima siaran televisi atau perangkat elektronik
lainnya dengan atau tanpa alat bantu.
Sedangkan pengertian siaran menurut Pasal 1
butir 2 UU Penyiaran adalah pesan atau rangkaian pesan dalam bentuk suara,
gambar atau suara dan gambar atau yang berbentuk grafis dan karakter lainnya
yang dapat diterima melalui pesawat penerima siaran radio, televisi atau
perangkat elektronik lainnya, baik yang bersifat interaktif maupun tidak,
dengan atau tanpa alat bantu.
Contoh Kasus 1 :
PELANGGARAN ETIKA BISNIS
“IKLAN OBAT HERBAL BINTANG TOEDJOE
MASUK ANGIN”
Besar dan kuatnya persaingan antar
perusahaan terutama perusahaan besar dalam memperoleh keuntungan sering kali
terjadi pelanggaran etika berbisnis, bahkan melanggar peraturan yang berlaku.
Keadaan tersebut didukung oleh orientasi bisnis yang tidak hanya pada produk
dan kosumen tetapi lebih menekankan pada persaingan sehingga etika bisnis tidak
lagi diperhatikan dan akhirnya telah menjadi praktek monopoli.
Salah satu kasus yang akan dibahas
adalah tentang pelanggaran yang dilakukan oleh iklan Bintang Toedjoe
Masuk Angin. Sebelumnya, obat herbal masuk angin sangat berguna bagi tubuh
dikala tubuh manusia sedang masuk angin. Obat masuk angin dapat bekerja secara
alami didalam tubuh manusia yang dapat mencegah dan mengobati masuk angin tanpa
efek samping bagi tubuh. Saat ini obat herbal masuk angin dikuasai oleh dua
produk, yaitu Tolak Angin dan Bintang Toedjoe Masuk Angin.
Tolak angin adalah produk dari PT.
SIDOMUNCUL yang sejak lama telah memasarkan obat-obatan herbal dan jamu.
Sedangkan belum lama ini, sering terlihat iklan dari salah satu anak perusahaan
PT. KALBE FARMA, Tbk yaitu PT. BINTANG TOEDJOE yang juga meluncurkan produk
obat herbal masuk angin. Iklan produk tersebut terlihat saling menjatuhkan dan
membandingkan produknya satu sama lain.
Terlihat jelas bahwa iklan Bintang
Toedjoe masuk angin menyindir produk dari Tolak Angin dengan slogannya “Orang
Bejo Lebih Untung Dari Orang Pintar”, sedangkan Tolak Angin sendiri memiliki
slogan “Orang Pintar Minum Tolak Angin” slogan ini lah yang disindir oleh
produk Bintang Toedjoe, yang dimana pada kenyataannya Tolak Angin yang lebih
dahulu memasarkan produk obat herbal masuk angin di Indonesia bahkan sampai keluar
negeri. Bahkan untuk iklan terbaru produk Bintang Toedjoe yang bertujuan
memperkenalkan kemasan terbarunya pun masih menyinggung produk Tolak angin
dengan sloga “Orang bejo berinovasi, lalu orang pintar ngapain?”
Bintang Toedjoe Masuk Angin sebagai
pendatang baru cukup berani menggunakan slogan yang secara tidak langsung
menyindir produk Tolak Angin sebagai market leader, tetapi hal tersebut
berhasil menarik perhatian konsumen sehingga membuat produk tersebut terkenal.
Dalam iklan ini juga terdapat Cita
Citata mengenakan pakaian yang cukup seksi (tangtop ketat berwarna kuning dan
kemeja berukuran pendek yang seluruh kancingnya dibuka dan diikatkan hanya
bagian bawahnya saja) sambil menyanyikan lagu Perawan atau Janda yang
dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan iklan, Cita Citata bergoyang dengan
gerakan yang “menggoda” sambil memegang busa pencuci mobil. Selain itu, kamera
juga fokus ke bagian atas tubuh Cita Citata dimana bagian dadanya tersorot
dengan jelas dengan pakaian seksinya itu.
Jika dikaitkan dengan kode etik
periklanan, iklan ini menyimpang dalam aspek tatakrama dalam isi iklan, salah
satunya Pornografi dan Pornoaksi. Seperti yang terdapat dalam Tata Krama Isi
Iklan yang berbunyi “Iklan tidak boleh mengeksploitasi erotisme atau seksualitas
dengan cara apapun, dan untuk tujuan atau alasan apapun.” KPI mengingatkan
berdasarkan Pasal 43 Pedoman Perilaku Penyiaran dan Pasal 58 Standar Program
Siaran KPI Tahun 2012 maka ketentuan siaran iklan harus tunduk pada Etika
Pariwara Indonesia (EPI). Iklan harus menghormati dan melestarikan nilai-nilai
budaya Indonesia. Budaya Indonesia yang menjujung norma kesopanan. Hal demikian
dapat memberikan pengaruh buruk terhadap khalayak terutama anak dan remaja.
Siapa yang dirugikan dalam kasus ini
:
Dalam contoh kasus seperti ini tentu
saja akan ada yang dirugikan, entah dari produk yang direndahkan atau disindir
seperti Bintang Toedjo maupun Tolak Angin. Namun, bukan hanya jamu Tolak Angin
yang dirugikan, Bintang Toedjo juga bisa dirugikan karena dengan menyindir
produk pesaingnya akan membuat produk mereka terlihat buruk di mata konsumen.
Contoh Kasus 2 :
Salah satu kasus yang akan dibahas adalah tentang pelanggaran yang
dilakukan oleh Grab. orang-orang sangat membutuhkan GRAB untuk
transportasi dengan cepat dam murah. dan grab adalah asah satu trasportasi
online yang cukup populer.
Iklan video Grab Indonesia yang ditayangkan di YouTube sedang menjadi
kontroversi karena mendapat sambutan negatif dari penonton dan dinilai
berpotensi melanggar kode etik periklanan.
Terlihat jelas bahwa iklan GRAB melanggar kode etik dalam
iklan. Ketua tim perumus etika pariwara Indonesia, Hery Margono, menilai
iklan terbaru Grab Indonesia ini berpotensi melanggar kode etik pariwara
periklanan yang ada. Setidaknya ada dua potensi pelanggaran kode etik yang
ditampilkan iklan tersebut.
“Dua potensi pelanggaran itu berupa menimbulkan rasa takut dari hasil
kekerasan dan merendahkan produk pihak lain,” ujar Hery kepada CNNIndonesia.com melalui
sambungan telepon.
Ada dua poin aturan di kode etik yang menyangkut visual iklan grab
yang menimbulkan rasa ngeri yaitu poin 1.8 dan 1.9. Dua poin tersebut secara
berurutan berbunyi:
“Iklan tidak boleh menimbulkan atau mempermainkan rasa takut, ataupun
memanfaatkan kepercayaan orang terhadap takhayul.”
“Iklan tidak boleh menampilkan adegan kekerasan yang merangsang, atau
mendorong, ataupun memberi kesan membenarkan tindakan kekerasan.”
Hery mengatakan iklan tersebut juga menimbulkan kesan merendahkan
pihak lain dengan secara implisit. Munculnya ojek pangkalan di iklan Grab yang
mengesankan penyebab luka di sekujur tubuh pada tokoh utama iklan dapat
dianggap bentuk pelanggaran poin 1.20.
Persepsi tersebut tak akan terjadi menurut Hery apabila hiperbolisasi
yang dialami tokoh utama iklan Grab bukan sesuatu yang benar-benar bisa
terjadi.
“Hiperbolisasi mereka nanggung padahal kalau iklannya fiktif justru
tak masalah,” tambah Hery.
Hery menyarankan Grab segera meninjau ulang cara kerja agensi iklan
sebagai pembuat kampanye. Sebab jika terlalu lama didiamkan, efek negatif akan
terjadi bagi penonton dan Grab sendiri. Nasib iklan ini akan ditentukan dengan
keputusan kolektif oleh badan pengawas Persatuan Perusahaan Periklanan
Indonesia (P3I). “Saya akan teliti lebih jauh potensi pelanggaran yang ada
dalam rapat nanti,” kata Hery. CNNIndonesia.com telah menghubungi pihak Grab
Indonesia namun sejauh ini belum mendapat keterangan terkait kontroversi yang
muncul karena iklan ini.
Contoh Kasus 3 :
Iklan So Nice "So Good", "Fakta Bicara" oleh
Badan Pengawasan Periklanan, Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI)
diputuskan melanggar Etika Pariwara Indonesia (EPI).
Keputusan yang dikeluarkan oleh Badan Pengawasan Periklanan (BPP)
PPPI telah disampaikan kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat.
Pada iklan TV So Nice "So Good", pelanggaran EPI terjadi
pada pernyataan bahwa mereka yang mengkonsumsi produk yang diiklankan akan
tumbuh lebih tinggi daripada yang tidak. Menurut EPI BAB IIIA No. 1.7
menyatakan bahwa: "Jika suatu iklan mencantumkan garansi atau jaminan atas
mutu suatu produk, maka dasar-daasr jaminannya harus dapat
dipertanggungjawabkan.
KPI Pusat juga mengingatkan kepada para pembuat iklan dan televisi
bahwa dalam Pasal 49 ayat (1) Standar Program Siaran (SPS) KPI Tahun 2009 telah
dinyatakan bahwa iklan wajib berpedoman kepada EPI. Selanjutnya KPI Pusat meminta kepada semua stasiun TV untuk
mematuhi Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3-SPS) Tahun
2009 dan EPI. (KPI) Dalam kasus ini iklan So
Nice So good telah melanggar peraturan dan prinsip dalam Perundang-undangan.
Iklan ini tidak memperhatikan etika dalam berbisnis dimana terselip kata
persuasif “mereka yang mengkonsumsi produk yang diiklankan akan tumbuh lebih
tinggi daripada yang tidak”. Hal ini menunjukkan bahwa adanya makna atau
informasi yang tidak benar. kasus ini membuktikan
bahwa telah terjadi pelanggaran dalam proses promosi serta melanggar hak-hak
konsumen mengenai hak untuk mendapat informasi yang benar, jelas dan
jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa. iklan So Nice So
Good juga telah melanggar prinsip etika yang diatur dalam undang-undang
Etika Pariwara Indonesia yang berisi Jika suatu iklan mencantumkan garansi
atau jaminan atas mutu suatu produk, maka dasar-dasar jaminannya harus dapat
dipertanggungjawabkan. Peraturan mengenai periklanan telah diatur sedemikian
rupa agar produsen dapat menghargai hak-hak konsumen. Lemahnya pengawasan
membuat iklan tersebut beredar di masyarakat. Dalam hal ini konsumen dipaksa
untuk memilih produk dengan cara tidak etis.
C.
Kesimpulan
Dalam periklanan kita tidak dapat lepas dari
teori yang diterapkan, etika, hokum dan undang-undang yang berlaku. Dimana
didalam iklan itu sendiri mencakup pokok-pokok bahasan yang menyangkut reaksi
kritis masyarakat khususnya di Indonesia tentang sebuah iklan yang
dapat dipandang sebagai kasus etika dalam periklanan. Sebuah perusahaan harus
memperhatikan etika dan estetika dalam sebuah iklan dan terus memperhatikan
hak-hak konsumen dan apa yang akan didapat dengan adanya iklan tersebut.
Maka demikian menjaga etika dalam kegiatan
periklanan ini sangatlah penting karena dengan terciptanya iklan-iklan yang
baik dan mendidik maka akan baik pula citra periklanan khususnya di Negara
Indonesia yang dengan penduduknya berasal dari berbagai suku dan bahasa.
D.
Saran
Dalam penulisan ini penulis memberikan saran
yaitu dalam bisnis periklanan perlulah adanya kontrol tepat yang dapat
mengimbangi kerawanan tersebut sehingga tidak merugikan konsumen. Sebuah
perusahaan harus memperhatikan kepentingan dan hak – hak konsumen, dan tidak
hanya memikirkan keuntungan semata.
DAFTAR PUSTAKA
Lubis, Tania Fatima. 2007. Teori-teori
periklanan dan unsure periklanan. Universitas Indonesia: Depok
Shimp, Terence A. Periklanan Promosi Aspek
Tambahan Komunikasi Pemasaran Terpadu. Erlangga : Jakarta
Kusuma Aris, Etika Bisnis ( Etika Dalam Iklan).
Universitas Negeri Malang, 2014
www. Google.co.id/undang-undang Periklanan di
Indonesia di akses pada 07 september 2015.
http://kinihardja.blogspot.co.id/2017/04/contoh-kasus-pelanggaran-etika-bisnis.html
http://martalianidhea.blogspot.co.id/2016/06/contoh-pelanggaran-etika-bisnis.html
https://airlanggakurniawan.wordpress.com/2016/11/15/contoh-pelanggaran-etika-bisnis/